Pendidikan adalah usaha sadar
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan
Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri
seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri kita untuk lebih baik
dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat
untuk lebih memajukan pemrintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari
tingkat SD sampai pendidikan tinggi.
Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk
membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja,
dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa
melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak.
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terkenal dengan keanekaragamannya. Sebagai
negara kepulauan Indonesia
memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah. Selain sumber daya alamya, Indonesia
juga kaya akan sumber daya manusianya. Penduduk indonesia saat ini berjumlah 240
juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 %/ tahun. Dinilai dari
jumlah penduduknya, Indonesia
menduduki peringkat 4 di dunia.
Jumlah sumber daya manusia di Indonesia memang melimpah ruah
namun tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah ini
yang membuat negara Indonesia
masih harus bekerja keras untuk mencapai tangga kesuksesan. Padahal Negara Indonesia
dituntut untuk menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas guna
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki negara ini. Pembangunan negara
tidak hanya dilihat dari peningkatan ekonominya saja tetapi bagaimana kualitas
sumber daya manusianya. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan indikator
penting dalam menunjang kesuksesan suatu negara. Hal ini perlu menjadi
prioritas penting bagi pemerintah untuk segera diselesaikan.
Upaya untuk membangun sumber daya
manusia yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan
berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang relatif ringan. Hal ini di sebabkan
dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup
mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah masalah
yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera
diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya, ada beberapa
masalah internal pendidikan yang dihadapi, antara lain sebagai berikut.
- Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
Data dari Mendikbud menyebutkan bahwa pada
tahun 2007, dari 100 persen anak-anak yang masuk SD, yang melanjutkan sekolah
hingga lulus hanya 80 persennya, sedangkan 20 persen lainnya harus putus
sekolah. Dari 80 persen siswa SD yang lulus sekolah, hanya 61 persennya yang
melanjutkan sekolah ke jenjang SMP sekolah yang
setingkat lainnya. Kemudian setelah itu hanya 48 persen yang akhirnya lulus
sekolah. Sementara itu, 48 persen yang lulus dari jenjang SMP hanya 21
persennya saja yang melanjutkan ke jenjang SMA. Sedangkan yang bisa lulus
jenjang SMA hanya sekitar 10 persen. Persentase ini menurun drastis dimana
jumlah anak-anak yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi
tinggal 1,4 persen saja.
Walaupun pemerintah mengucurkan bantuan
operasional sekolah mulai dari tingkat SD sampai SMA namun tidak dapat menekan
angka putus sekolah hal ini disebabkan tingginya biaya personal anak yang harus
ditanggung orang tua.
Berdasarkan laporan dari departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang harus putus
sekolah. Sementara itu, menurut Pengamat Pendidikan, Muhammad Zuhdan,
sebagaimana dilansir suaramerdeka.com, 09/03/2013, mengatakan bahwa tahun 2010
tercatat terdapat 1,3 juta anak usia 7 – 15 tahun di Indonesia terancam putus
sekolah. Tingginya angka putus sekolah ini, salah satunya akibat mahalnya biaya
pendidikan. Tentu saja kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat bahwa
seluruh anak di Indonesia
harus memperoleh pendidikan dasar minimal 12 tahun ( jenjang SD – SMA ).
- Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
Pencapaian prestasi belajar
siswa Indonesia
di bidang sains dan matematika, menurun. Siswa Indonesia masih dominan dalam level
rendah, atau lebih pada kemampuan menghafal dalam pembelajaran sains dan
matematika.
Demikian hasil Trends in
Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diikuti siswa kelas VIII Indonesia
tahun 2011. Penilaian yang dilakukan International Association for the
Evaluation of Educational Achievement Study Center Boston College tersebut,
diikuti 600.000 siswa dari 63 negara.
Untuk bidang Matematika, Indonesia
berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites. Skor
Indonesia
ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007.
Pada TIMSS matematika kelas VIII
tersebut, peringkat pertama diraih siswa Korea (613), selanjutnya diikuti
Singapura. Nilai rata-rata yang dipatok 500 poin.
Adapun bidang sains, Indonesia
berada di urutan ke-40 dengan skor 406 dari 42 negara yang siswanya dites di
kelas VIII. Skors tes sains siswa Indonesia ini turun 21 angka
dibandingkan TIMSS 2007.
Wono Setyabudhi, dosen
matematika dari Institut Teknologi Bandung, mengatakan, pembelajaran matematika
di Indonesia memang masih menekankan menghapal rumus-rumus dan menghitung.
Bahkan, guru pun otoriter dengan keyakinannya pada rumus-rumus atau pengetahuan
matematika yang sudah ada.
"Padahal, belajar
matematika itu harus mengembangkan logika, reasoning, dan berargumentasi.
Sekarang ditambah malah harus bisa meyakinkan orang lain. Ini tidak pernah
dikembangkan dalam pendidikan Matematika di sekolah," kata Wono.
- Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart yang sudah ditentukan.
Permasalahannya
disini adalah pendidikan di Indonesia memiliki rentang waktu yang sangat lama
dibandingkan negara-negara lain tetapi, hal tersebut tidak efisien, seperti
pelaksanaan pada sekolah-sekolah formal, mereka bisa menggunakan waktu hampir
45 jam per minggu atau kegiatan harian yang dimulai dari jam 7.00 sampai dengan
16.00. Sehingga mengakibatkan peserta didik jenuh dan kelelahan dan tidak
mempunyai waktu untuk kegiatan pengembangan diri lainnya. Jika mau mencontoh
negara-negara yang program pendidikannya sudah baik seperti Finlandia yang
hanya mempunyai jam belajar sedikit tetapi menggunakan waktu seefisien mungkin.
Di Finlandia hanya menggunakan waktu 30 jam per minggu untuk melakukan
pembelajaran di sekolah formal. Efisiensi terlihat dalam kegiatan pembelajaran
sekolah Finlandia yang sangat optimal dalam menggunakan waktu, kegiatan
pembelajaran juga didukung dengan ketuntasan belajar yang tinggi. Sekolah di
Finlandia tidak ada perbedaan antara sekolah unggulan dengan sekolah biasa,
semua siswa ditempatkan di kelas yang sama tanpa melihat perbedaan kemampuan
siswa, jika ada siswa yang belum mahir dengan suatu pelajaran, tenaga pengajar
atau guru akan menjelaskan sampai semua siswa mengerti.
- Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia
di era globalisasi dewasa ini telah menjadi salah satu isu sentral di
masyarakat. Daya saing tenaga kerja Indonesia di tingkat internasional
relatif rendah, dan di tingkat Nasional menurut kalangan industri tenaga kerja
kita yang merupakan lulusan lembaga-lembaga pendidikan menengah dan lulusan
perguruan tinggi di nilai belum siap kerja. Institute of Management
Development (IMD) Competitive Center mengemukakan bahwa peringkat daya
saing Indonesia tahun 2009 menempati urutan ke 42 dari 57 negara-negara utama
dunia yang di nilai (www.imd.ch/wcy09). Kondisi ini menunjukan adanya
peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2008 yang menempati urutan ke 51.
Namun demikian Indonesia
masih berada di bawah India,
Thailand, China dan Malaysia.
- Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke masyarakat. Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan kendala seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah penduduk yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indinesia cukup luas. Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia.
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan Kebudayaan
(BPSDMPK) dan Peningkatan Mutu Pendidikan (PMP), Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud), Syahwal Gultom, mengakui mutu dan kualitas guru di Tanah
air saat ini sangat rendah berdasarkan hasil
uji kompetensi yang dilakukan selama tiga tahun terakhir buruknya hasil Ujian
Nasional (UN) pada beberapa provinsi uga sebagai salah satu indikator rendahnya
kualitas guru. Banyak guru yang tidak memahami substansi keilmuan yang dimiliki
maupun pola pembelajaran yang tepat diterapkan kepada anak didik. Dia mencontohkan dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga
saat ini dari 2,92 juta guru, baru sekitar 51 persen yang berpendidikan S-1 atau
lebih, sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1.
Begitu pun dari persyaratan sertifikasi hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5 persen guru yang memenuhi syarat. Sedangkan 861.67 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi, yakni sertifikat yang menunjukkan guru tersebut profesional.
Ada banyak masalah yang harus dibenahi dalam persoalan guru. Selain jenjang pendidikan yang belum memadai, kompetensi guru juga masih bermasalah. Saat dilakukan tes terhadap guru semua bidang studi, rata-rata tak sampai 50 persen soal yang bisa dikerjakan,
Begitu pun dari persyaratan sertifikasi hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5 persen guru yang memenuhi syarat. Sedangkan 861.67 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi, yakni sertifikat yang menunjukkan guru tersebut profesional.
Ada banyak masalah yang harus dibenahi dalam persoalan guru. Selain jenjang pendidikan yang belum memadai, kompetensi guru juga masih bermasalah. Saat dilakukan tes terhadap guru semua bidang studi, rata-rata tak sampai 50 persen soal yang bisa dikerjakan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar